MAKALAH HUKUM ADAT
BAB
I
ISTILAH
DAN PENGERTIAN HUKUM ADAT
1. Istilah
dan definisi Hukum adat
Istilah
Hukum Adat tidak begitu dikenal dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Istilah
ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda, ‘Adat-recht” yang pertama-tama
dikenalkan oleh Snouck hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van
vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis untuk menunjukkan kepada apa yang
sebelumnya disebut dengan Undang-Undang agama, lembaga rakyat, kebiasaan,
lembaga asli dan sebagainya. Istilah ini kemudian sering dipakai dalam
literatur di kalangan Perguruan Tinggi Hukum. Di dalam perundang-undangan
istilah “adat-recht” itu baru muncul pada tahun 1920 dalam UU mengenai perguruan
tinggi di negeri Belanda. Dikalangan masyarakat atau dalam pergaulan rakyat
umum hanya dikenal istilah “adat” saja.
Kata adat
berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan atau tradisi. Hubungannya
dengan hukum adalah bahwa adat atau kebiasaan dapat menjadi atau dijadikan hukum
dengan syarat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Didalam
Pengantar Ilmu Hukum kita ketahui bahwa adat dan kebiasaan adalah merupakan
salah satu dari sumber hukum. Dengan diterimanya dan dipakainya istilah Hukum
Adat yang kemudian menjadi salah satu cabang ilmu hukum, maka timbul beberapa
defenisi yang merumuskan istilah tersebut. Antara lain sebagai berikut:
a. Sarjana
Barat (Belanda)
1) Ter Haar
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum yang mempunyai
wibawa, pengaruh yang pelaksanaannya berlaku dengan serta merta dan dipatuhi
sepenuh hati.
2) Van Djik
Hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang
tidak dikodifikasikan dalam kelangan orang Indonesia asli dan kalangan timur
asing (tionghoa, arab dll). Dengan istilah ini juga dimaksudkan bahwa semua
kesusilaan disemua lapangan hidup. Van Djik juga membedakan antara Adat dan
Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan tangan dan tidak dapat
dipisahkan, yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang
menjadi tingkah laku sehari-hari.
b. Sarjana
Indonesia
1) Soepomo
Menunjuk kepada pasal 32 UUDS yang menyatakan, “….istilah
Hukum Adat ini dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam
peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan negara,
hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim, hukum yang hidup sebagai
peraturan, kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup di kota-kota
maupun di desa-desa.
2) Soekanto
Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis
dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman serta
mempunyai akibat hukum.
3) Kusumasi Pudjosewojo
Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu
masyarakat sudah, sedang akan diadatkan.
Hukum adat ialah keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan sekaligus
hukum pula. Dengan kata lain hukum adat ialah keseluruhan aturan hukum yang tak
tertulis.
Dari
definisi dan uraian tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa yang
dimaksud dengan Hukum Adat adalah adat yang mempunyai nilai dan kekuatan hukum,
yaitu kaidah-kaidah asli sebagai endapan kesusilaan yang hidup yang berkembang
di dalam masyarakat adat atau kelompok-kelompok rakyat Indonesia dan
keberadaannya diakui oleh mereka.
2. Tujuan
mempelajari hukum adat
a. Tujuan Teoritis
Tujuan Teoritis adalah untuk memelihara dan mengembangkan
hukum adat sebagai ilmu dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya
bangsa Indonesia. Dalam piagam Adatrechtstichting (Yayasan Hukum Adat) antara
lain disebutksan : Menjamin kekalnya penyelidikan ilmiah terhadap hukum pribumi
Hindia Belanda dan bagian-bagian lain dari nusantara yang tidak terkodifikasi
serta memajukan studi mengenai hukum tersebut secara kontinyu.
b. Tujuan Praktis
1) Bagi
Praktisi Hukum
Agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dapat
mempertimbangkan dan menerapkan hukum yang sesuai dengan tuntutan keadilan
masyarakat, khususnya dalam kasus-kasus yang berkenaan dengan adat. Dalam
hubungan ini Ter Haar mengatakan bahwa setiap hakim yang harus mengambil
keputusan menurut adat, haruslah menginsyafi sedalam-dalamnya tentang sistem
hukum adat, kenyataan sosial serta tuntutan keadilan dan kemanusian untuk dapat
melakukan tugasnya dengan baik.
2) Bagi pembentuk Undang Undang
Agar dalam pembentukan undang-undang atau peraturan
perundang-undangan mempertimbangkan nilai-nilai hukum adat atau adat pada
umumnya, sehingga perundang-undangan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi masyarakat yang menjadi subjeknya.
c. Tujuan idealis (Ilmu untuk masyarakat)
Menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan rasa suka,
cinta dan bangga terhadap bangsa dan budaya sendiri. Menjadi bahan utama dalam
pemebentukan hukum nasional dengan membuang segi-segi negatifnya dan
disesuaikan dengan sistem hukum modern.
Hukum adat yang merupakan intisari kebudayaan masyarakat
Indonesia yang antara lain bersifat komunalitas (gotong royong) harus menjadi
bahan utama dalam pembentukan hukum nasional Indonesia, agar sifat dan
kepribadian yang positif dan mulia tersebut tidak hilang.
3. Masyarakat Hukum Adat
Indonesia
Di Indonesia terdiri dari berbagai macam hukum adat yang
diantaranya:
a.
Masyarakat Hukum Territorial
b.
Masyarakat Hukum Genealogis
c.
Masyarakat Hukum Territorial – Genealogis
d.
Masyarakat Hukum Adat – Keagamaan
e.
Masyarakat Adat di Perantauan
f.
Masyarakat Adat lainnya.
BAB II
HUKUM ADAT SEBAGAI ASPEK KEBUDAYAAN
Hukum
yang berlaku pada setiap masyarakat tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
tumbuh dan berkembangnya kebudayaan suatu masyarakat, karena hukum itu adalah
merupakan salah satu aspek dari kebuadayaan suatu masyarakat. Kebudayaan adalah
usaha dan hasil usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam sekelilingnya,
karena kebudayaan setiap masyarakat mempunyai corak, sifat serta struktur yang
khas, maka hukum yang berlaku pada masing-masing masyarakat juga mempunyai
corak, sifat dan struktur masing-masing.
Proses
perkembangan masyarakat manusia berlangsung terus menerus sepanjang sejarah,
mengikuti mobilitas dan perpindahan yang terjadi karena berbagai sebab. Hal ini
menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam hukum mereka, sedikit
atau banyak, namun secara keseluruhan akan terlihat persamaan-persamaan pokok,
baik corak, sifat maupun strukturnya, seperti juga yang terjadi dalam perbedaan
bahasa. Hukum Adat yang mengatur masyarakat harus tetap dianut dan
dipertahankan, tidak hanya berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia
dan alam nyata, tetapi mencakup pula kepentingan yang bersifat batiniah dan
struktur rohaniah yang berhubungan dengan kepercayaan yang mereka anut dan hormati.
Sifat umum hukum adat.
F.D.
Holleman di dalam pidato inaugurasinya yang berjudul de commune trek in het
indonesische rechtsleven (corak kegotongroyongan di dalam kehidupan hukum
indonesia) menyimpulkan bahwa ada 4 sifat umum Hukum Adat Indonesia yaitu :
a. Sifat Religio-magis. Khususnya mengenai sifat ini Dr.
koentjaraningrat didalam tesisnya menulis bahwa, alam pikiran religio-magis itu
mempunyai unsur-unsur:
1) Kepercayaan kepada makhluk-mahkluk halus yang menempati
seluruh alam semesta, dan gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuh, binatang dan tubuh
manusia.
2) Kepercayaan kepada kakuatan sakti yang meliputi seluruh alam
semesta.
3) Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dapat
dipergunakan sebagai “Magische kracht” (kekuatan magis) dalam pelbagai ilmu
gaib, untuk mencapai kemauan manusia atau menolaknya.
4) Anggapan bahwa kekuatan sakti dalam alam semesta menyebabkan
krisis, timbulnya berbagai macam bahaya gaib atau untuk menghindarkannya.
Prof.
Bushar Muhammad mengatakan orang Indonesia pada dasarnya berpikir dan bertindak
didorong oleh kepercayaan kepada tenaga-tenaga gaib yang mengisi, menghuni
seluruh alam semesta.
b. Sifat
komunal.
Merupakan
salah satu segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih hidup
terpencil dan kehidupannya sehari-hari sangat tergantung kepada tanah atau alam
pada umumnya. Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat lebih
mementingkan keseluruhan dan lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan individual.
c. Sifat
Kontan.
Mengandung
pengertian bahwa dengan sesuatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau
suatu pengucapan, perbuatan/tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika
itu juga. Dengan demikian segela sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah
perbuatan simbolis itu adalah di luar akibat-akibat hukum dan dianggap tidak
ada sangkut pautnya atau sebab akibatnya menurut hukum.
d. Sifat
Nyata
Untuk
sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan akan ditransformasikan atau diwujudkan
dengan sesuatu benda, diberi tanda yang kelihatan baik langsung (sesungguhnya)
maupun hanya menyerupai obyek yang dikehendaki.
BAB III
HUKUM PIDANA ADAT
Sebenarnya
hukum adat tidak mengenal pemisahan secara tegas antara hukum pidana dengan
hukum perdata pada umumnya. Pemisahan ini dilakukan sekedar untuk memudahkan
dalam mengenal dan mempelajari dengan mengambil perbandingan dari struktur
hukum barat.
Apa yang
kita sebut dengan Hukum Pidana Adat ini juga tidak mengenal pembedaan secara
tegas antara kejahatan dengan pelanggaran. Berat ringannya hukuman yang
dijatuhkan lebih dipengaruhi oleh intensitas perbuatan (kejahatan atau
pelanggarannya0 yang dilakukan serta akibat yang ditimbulkannya. Hukuman adalah
sebagai sutau reaksi adat dalam rangka upaya untuk mengembalikan atau
memulihkan keseimbangan kosmos yang telah terganggu, baik yang berkenaan dengan
alam semesta, penguasa atau orang / badan / lembaga yang dihormati masyarakat,
kelompok atau orang perorangan.
Adat
reaksi itu dapat dijatuhkan oleh Raja,Lembaga Adat, Pimpinan masyarakat,
Pejabat tertentu atau bahkan oleh perseorangan. Hukum pidana Adat bersifat
terbuka dan tidak mengenal apa yang disebut dalam ilmu hukum Prae existente
regels yaitu penetapan terlebih dahulu tentang perbuatan-perbuatan apa yang
dilarang dan diancam dengan hukum (pidana) sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 1 KUHP kita yang merupakan salah satu asas Hukum Pidana.
1. Jenis-jenis
Perbuatan (Tindak) Pidana Adat
Dalam
rangka upaya untuk mengenal dan sebagai pedoman untuk mempelajari hukum Pidana
Adat dapat kita bedakan jenis-jenis perbuatan yang dilarang atau dipandang
sebagai pelanggaran atau kejahatan atau dengan kata lain tindak pidana adat.
Jenis tindak pidana adat dapat kita bedakan menurut objem perbuatannya,
yaitu kepada apa / siapa perbuatan ditujukan, atau siapa yang dirugikan atau
apa yang menderita kerusakan akibat perbuatan tersebut. Contohnya:
- Alam
semesta, seperti tempat-tempat yang dipandang suci, yang dianggap keramat dan
sebagainya.
- Martabat,
kehormatan, kesusilaan (berakibat jatuhnya martabat atau harga diri)
- Harta
benda atau kekayaan material seperti memusnahkan, membakar, merusak, merampok,
dan sebagainya.
2. Hukum
(pidana) adat
Hukum
atau tindakan yang dapat atau mungkin dijatuhkan atau dikenakan:
a. Dibunuh (dihukum mati) caranya digantung, dipancung,
dibenamkan di dalam air, dan lain-lain.
b. Dibuang (diusir) dari negeri, untuk selama-lamanya atau untuk
sementara. Tindakan tersebut juga dapat dilakukan oleh kerabat / suku / marga
bisa bertindak terhadap warga
c. Ditahan dengan cara dikurung atau dipasung atau diikat di
dalam rumah, pekarangan atau ditempat terbuka.
d. Membayar denda atau ganti kerugian kepada pihak yang
dirugikan dengan benda yang sama atau sejenis atau yang menyerupai atau dalam
wujud lain (ganti uang/beras dan lain-lain).
e. Membayar denda adat untuk negeri.
f. Pernyataan permohonan maaf secara resmi dengan atau tanpa
kewajiban sesuatu.
g. Mengadakan perjamuan sebagai perwujudan perdamaian antara
yang bersalah melakukan atau kerabatnya dengan pihak yang menjadi
korban/dirugikan.
Dalam kasus-kasus tertentu
korban atau pihak kerabat yang dirugikan dapat bertindak sendiri untuk menuntut
balas jika dilakukan dalam jangka waktu tertentu, hal itu dipandang sah (wajar)
atau ditolerir oleh adat (masyarakat).
Keputusan ada kalanya diambil
oleh raja, seorang pejabat atau fungsionaris hukum atau suatu badan tertentu.
Apa saja yang diputuskan dan bagaimana proses pengambilan keputusan tidaklah
berlaku. Hal itu adalah merupakan salah satu ciri hukum adat sebagai hukum
tidak tertulis. Adakalanya sanksi terhadap suatu perbuatan atau pelanggaran
telah diketahui umum atau oleh orang-orang tertentu antara lian karena
mencontoh keputusan terhadap kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Namun
dalam pelaksanaannya belum tentu harus persis sama. Dalam penjatuhan hukuman
terhadap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tidak sengaja, yang baru
sekali atau telah berulang, juga menjadi pertimbangan, demikian juga dengan
umur Tersangka.
BAB
IV
KESIMPULAN
Sejak
awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga
hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini
ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya
sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang
harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Indonesia memiliki kedinamikaan suku adat, yang
pada prinsipnya hanya ada satu tujuan yakni membangun dan mempertahankan negara
Republik Indonesia. Kedinamikaan suku merupakan kepribadian bangsa Indonesia,
kepribadian ini adalah hukum adat yang ditransformkan menjadi hukum nasioanal
dan dicantumkan dalam UUD 1945.
Mempelajari hukum adat maka
kita akan mudah memahami hukum Indonesia, karena hukum adat dibentuk menurut
kebiasaan masyarakat Indonesia yang memiliki sanksi dan diselaraskan dengan
hukum nasional.
Hukum di Indonesia salah
satunya bersumber dari costum, dimana sumber tersebut mengikuti perkembangan
zaman dan harus disesuaikan dengan azas – azas hukum yang berlaku dan tidak
boleh bertentangan dengan ideologi bangsa. Suatu peraturan yang telah diundangkan
harus disepakati dan dipatuhi bersama dengan tidak ada pengecualian.
artikel sangat membantuku dalam mencari tugas,sip keren..http://law.uii.ac.id/berita-hukum/tambah-baru/sosialisasi-beraksi-2016.html
BalasHapus