BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam tata cara penyusunan bahasa arab yang baik, dapat
diperoleh apabila memenuhi beberapa faktor. Di antanya adalah memenuhi
kaidah-kaidah yang digunakan dalam menyusun kalimat Arab, yang antara lain
meliputi, Ilmu Nahwu danaShoraf, diantara kajian ilmu tersebut
adalah bab haal yang menjadi فضله
(tambahan)
Haal adalah isim sifat yang menjadi
ma’mul fudllah yang dibaca nashab dan menerangkan tingkahnya Shohibul Haal
(pelaku Haal).
Dari devinisi haal tersebut memberi kepahaman bahwa hal berupa kalimah isim seperti Shorih (jelas keisimannya) dan mu’awwal bishorih (dita’wili dengan isim
shorih) dan hal dibaca nashob i’rob
yang menasobkannya baik secara lafadz
atau mahal dan menjelaskan kesamaran haliah/keadaan lafadz yang berbeda
sebelumnya.
Dalam penjelasan haal akan lebih dijelaskan secara mendetail
dalam pembahasan di bawah ini mengenai pengertian haal dan beberapa ‘amil serta shohibul haal dan haal.
BAB
II
PEMBAHASAN
“”BAB
HAL”
A. PENGERTIAN “HAL”
Dalam beberapa kitab dijelaskan pengertian hal
antara lain:
Ø Hal adalah
isim manshub yang menerangkan tentang
keadaan yang belum diketahui keadaannya
Ø Hal adalah isim yang
dinasabkan yang menerangkan tingkah laku yang samar seumpama lafadz jaa zaidun rakiban
(telah
datang si zaid dengan
menunggang kuda ) lafadz rakiban itu
menjelaskan cara datangnya si zaid ,janagan sampai dikira berjalan kaki.
Ø Hal adalah
sifat yang menjelaskan keadaan sahibul
hal
,sahibul hal
adalah fail atau maf’ul bih yang dijelaskan keadaannya oleh hal
Hal
adalah kata keadaan yaitu kata yang menerangkan keadaan seseorang atau keadaan
sesuatau ketika sedang melakukan perbuatan . dalam bahasa Indonesia sering
dinyatakan denagan sambil,dengan,dalam keadaan,sedang. Seperti contoh: zahaba
ustmaan masyiyan
(ustman pergi dengan jalan kaki) . kata
Masyiyan
[ ] dalam bahas arab
disebut hal.
B.
KAIDAH
“HAL”
1.
Hal
harus nakirah dan memiliki penanda I’rab nashab/ manshub.
2.
Shahibul
hal
harus ma’rifah.
3.
Hal
harus sesuai dengan sahibul hal
secara ‘adad dan jins.
Contoh
: ja’a zaidun rakiban
“telah
datang si zaid dengan berkendara”
Ø Ja’a
[ ] = fiil madhi dibina atas fathah.
Ø Zaidun
[ ] = fail (makrifah) yang marfu’ dengan dhammah
karena isim
mufrad, Dan merupakan shahibul
hal
Ø Rakiban
[ ] = hal bagi zaidun, menerangkan keadaan zaid
waktu datang
. oleh karena itu rakiban adalah
hal bagi fa’il yang menasabkannya yaitu
ja’a.
Dengan contoh di atas
maka dapat lebih menjelaskan kaidah kaidah hal:
a. Rakiban
sebagai hal sudah merupakan isim nakirah yang mansub dengan fathah
b. Zaidun
sebagai shahibul hal sudah ma’rifah
c. Rakiban
dan zaidun sama sama muzakkar dan mufrad keduanya.
C.
FAEDAH
“HAL”
v Mu’assisah : Haal yang untuk menyempurnakan kalam yang dirasa kurang sempurna
bila kalam tersebut tidak mencantumkan Haal
v Mu’akkidah
o
Mu’akkidah lil ‘Amil : posisi hal memperkuat makna ‘amil dalam mengutarakan kalam pada mukhottab,
contoh :لاَ تَعْثَ فِي الاَ رْضِ مُفْسِدًا (janganlah
kamu merajalela dimuka bumi seraya menimbulkan kerusakan)
Dalam contoh tersebut lafadz تَعْثَ dan مُفْسِدًا ialah
bersinonim karena tujuan mengutarakan kalam tersebut ialah jangan berbuat
kerusakan.
o
Mu’akkidah lil Shohibil Haal
Contoh
: قَامَ
القَوْمُ كُلِّهِمْ جَمِيْعاً (semua
kaum berdiri seraya bersamaan) Lafadz جَمِيْعاً berposisi
memperkuat dhomir هُمْ yang kembali pada lafadz اَلقَوْمُ
o
Mu’akkidah li madmunil jumlah
qoblaha
Dalam
penegasan ini Haal harus disimpan, ‘amilnya dan lafadz Haalnya harus berakhiran (jatuh setelah jumlah) yang jumlah
tersebut harus berupa isim ma’rifat
lagi jamid. Contoh : اَنَا زَيْدٌ مَعْرُوْفاً (saya
zaid seraya mengerti)
Dalam
contoh tersebut haal berposisi menguatkan jumlah sebelumnya sedang yang
menashobkan haal ialah amil yang
disimpan yaitu
مَعْرُوْفا ً اَحَقُّ
BAB
III
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hal adalah kata keadaan yaitu kata yang menerangkan keadaan seseorang atau keadaan
sesuatau ketika sedang melakukan perbuatan . dalam bahasa Indonesia sering
dinyatakan denagan sambil,dengan,dalam keadaan,sedang. Seperti contoh: zahaba
ustmaan masyiyan
(ustman pergi dengan jalan kaki) . kata
Masyiyan
[ ] dalam bahas arab disebut
hal.
kaidah “hal”ada 3:
·
Hal
harus nakirah dan memiliki penanda I’rab nashab/ manshub.
·
Shahibul
hal
harus ma’rifah.
·
Hal
harus sesuai dengan sahibul hal
secara ‘adad dan jins.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
H. Moh.
Ilmu Nahwu;
Terjemahan Matan al-Jurumiyah dan Imrithy,
(Bandung:
Sinar Baru, 1989.
Djali,Asri Ibnu Tsani ,Lughatuna Nahwu. Bekasi: Asri Publisher .2011
Umam, H. Chatibul. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu
Terjemah Mukhtashar Jiddan. Jakarta:
Darul Ulum Press .1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar