BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan Negara berkembang, yang terdiri dari ribuan pulau yang
memiliki budaya yang beraneka ragam, lautan, dan sumberdaya alam yang melimpah.
Dengan perkembangan yang terjadi saat ini mendorong pemerintah untuk melakukan
perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas negara guna
membiayai pembangunan. Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan
dana yang sangat besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian
besar bersumber dari penerimaan pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam
pelaksanaan pembangunan karena pajak sendiri merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Sebenarnya
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan
ekonomi karena Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yang sangat kuat
untuk menunjang segala kebutuhan dalam Negeri, namun pada kenyataannya
Indonesia hanya mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu
selektif. Kebijakan yang sangat kontrofersialpun diambil oleh Pemerintah
Indonesia yaitu dengan bergabung dalam pembebasan PPh Pasal 22 dengan Negara
Cina, pada konteksnya kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk
Cina yang begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat
menjadi sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri, akan tetapi para
produsen dalam negeri belum mampu untuk bersaing dengan produk-produk yang
dikeluarkan oleh negeri tirai bambu tersebut. Dalam hal ini kedewasaan
sangatlah diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya
pendapatan dari PPh Pasal 22 tergantung pada kebijakan yang diambil oleh
Peraturan Pemerintah.
Pajak penghasilan pasal 22 atau disingkat PPh pasal 22
adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh
pasal 22 adalah UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih
memahami secara mendalam dan komprehensif mengenai pajak penghasilan (pph)
pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai subjek PPh
pasal 22, objek, pemungut, pengecualian dari pengenaan pph pasal 22, saat
terutang, batas waktu setor dan lapor, serta contoh soal atau kasus yang
berkaitan dengan pasal 22.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Subjek PPh Pasal
22
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, Subjek PPh Pasal 22 adalah Wajib Pajak
yang melakukan penyerahan kepada pemerintah, Wajib Pajak badan-badan tertentu
yang melakukan kegiatan impor atau melakukan penyerahan barang yang tergolong
sangat mewah.
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh pasal 22 adalah
siapa saja yang wajib menghitung, memungut, dan menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas
Negara. Mereka adalah:
1. Importir.
2. Rekanan
pemerintah dan badan-badan tertentu yang merupakan pemungut PPh Pasal 22.
3. Konsumen semen,
kertas, baja, dan otomotif.
4. Distributor dan
agen pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang BBM
jenis premix dan gas.
5. Industri dan
eksportir di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
B. Objek PPh Pasal
22
Adapun objek PPh pasal 22 adalah sebagai berikut :
1. Pembelian
a. Pembelian barang
oleh bendaharawan
b. Pembelian
bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk
keperluan industri dan ekspor dari pedagangan pengepul
2. Impor Barang
3. Penjualan oleh
Industri Tertentu
a. Industri baja
b. Industri semen
c. Industri kertas
d. Industri
otomotif
4. Penjualan BBM
dan Gas oleh PERTAMINA
Premium, solar, premix/superTT, minyak tanah, gas/LPG, dan
pelumas.
5. Penjualan Barang
yang tergolong sangat Mewah
Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah,
apartemen sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll.
C. Pemungut PPh
Pasal 22
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
Undang-Unang Pajak Penghasilan adalah :
1. Bank Devisa dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang.
2. Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dan bendaharawan pemerintah pusat/daerah yang melakukan
pembayaran atas pembeliaan barang.
3. BUMN/BUMD yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
4. Bank Indonesia
(BI), PT.Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
Telekomunikasi Indonesia ( Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Petamina dan bank-bank BUMN
yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun
non-APBN.
5. Badan usaha yang
bergerak dibidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh kepala kantor
pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6. Pertamina dan
badan usaha lainnya (produsen atau importir) yang bergerak di bidang bahan
bakar minyak jenis premix, serta super TT, pelumas dan gas, atas penjualan
hasil produksinya.
7. Industri dan
eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan, yang ditunjuk oleh
direktur jenderal pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor dan pedagang pengumpul.
Selain pemungut
diatas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 juga mengatur tentang
wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah, dinataranya :
1. Pesawat udara
pribadi dengan harga jual lebih dari Rp200.000.000.000 (dua ratus miliar
rupiah);
2. Kapal pesiar dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar
rupiah);
3. Rumah beserta
tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000
(sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m² (lima ratus meter
persegi);
4. Apartemen,
kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400
m² (empat ratus meter persegi);
5. Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose Vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
D. Pengecualian dari
Pemungutan PPh Pasal 22
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah :
1. Impor barang dan
atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan
Pajak Penghasilan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang
yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
:
a. Barang
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik; (dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas PPh
Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak).
b. Barang untuk
keperluan Badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia.
c. Barang kiriman
hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
d. Barang untuk
keperluan museum, kebun binatang, dan temmpat lain semacam itu yang terbuka
untuk umum, dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
e. Barang untuk
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dilakukan secara
otomatis tanpa SKB.
f. Barang untuk
keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya, dinyatakan dengan
SKB PPh pasal 22 oleh DJP.
g. Peti atau
kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah, dilakukan secara otomatis
tanpa SKB.
h. Barang pindahan,
dilakukan otomatis tanpa SKB.
i. Barang pribadi
penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, barang kiriman sampai dengan
batas nilai/jumlah tertentu sesuai dengan peraturan kepabeanan.
j. Barang yang
diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
k. Persenjataan,
amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
l. Barang dan
bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan Negara.
m. Vaksin polio
dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
n. Buku-buku
pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
o. Kapal laut,
kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal
tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan
perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan dipergunakan oleh perusahaan
angkutan udara niaga nasional.
q. Kereta api dan
suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana
yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
r. Peralatan yang
dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah Republik
Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
3. Dalam hal impor
barang sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali. Contohnya adalah barang pameran, setelah pameran selesai naka
barang-barang pameran tersebut harus dieskpor kembali.
4. Impor kembali
(re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah dieskpor kemudian diimpor
kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor karena
membutuhkan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
5. Pembayaran atas
penyerahan barang yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000 (bukan merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah).
6. Pembayaran untuk
keperluan pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
7. Emas batangan
yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas dan untuk
tujuan ekspor (syarat harus ada surat keterangan bebas PPh Pasal 22).
8.
Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (pelaksanaan tanpa surat keterangan bebas).
E. Tarif PPh Pasal
22
1. Tarif PPh pasal
22 atas Impor
a. menggunakan
Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5% dari nilai impor;
b. tanpa
menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 7,5% dari nilai impor;
c. yang tidak
dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang;
d. impor kedelai,
gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API (tidak memiliki
API, tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari nilai impor.
2. Tarif PPh pasal
22 atas Pembelian yang dilakukan oleh BUMN/BUMD yang menggunakan APBN/APBD dan
non APBN/APBD
Tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN/
PPnBM
3. Tarif PPh pasal
22 atas Penjualan hasil produksi
a. Industri semen,
sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN
b. Industri kertas,
sebesar 0,1% dari DPP PPN
c. Industri baja,
sebesar 0,3% dari DPP PPN
d. Industri
otomotif, sebesar 0,45% dari DPP PPN
4. Tarif PPh pasal
22 atas Penjualan PERTAMINA
SPBU
Swastanisasi SPBU Pertamina
Premium 0,3%
dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari
penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/super TT 0,3%
dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak tanah
0,3%
dari penjualan
Gas LPG
0,3%
dari penjualan
Pelumas
0,3%
dari penjualan
5. Tarif PPh pasal
22 atas Industri dan Eksportir yang bergerak disektor Perhutanan, Perkebunan,
Pertanian, dan Perikanan
Tarifnya sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk
PPN.
6. Tarif PPh pasal
22 atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Tarifnya sebesar 5% dari penjualan.
Pemungutan PPh pasal 22 yang bersifat tidak final terhadap
wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan
NPWP. Pemungutan PPh pasal 22bersifat tidak final, kecuali pemungutan PPh pasal
22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada penyalur atau agen
bersifat final.
Tata cara pelaporan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
1. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai harus melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada
Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 7 hari setelah penyetoran.
Pelaporan dilakukan menggunakan formulir surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22
impor.
2. Surat
pemberitahuan masa PPh Pasal impor disertai lampiran:
a. Tindasan PPUD
b. Lembaran ke-2
SSP
c. Lembaran ke-2
bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor, dan
d. Daftar dari
bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor dan PPUD atau nota pembetulan.
3. Jumlah uang
yang tercantum dalam surat setoran pajak harus sama dengan seluruh penjumlahan,
sebagaimana yang tercantum dalam segi hitung dari bukti pemungutan PPh Pasal 22
yang tercantum dalam PPUD atau nota pembetulan yang bersangkutan.
F. Saat Terhutang
dan Pelunasan PPh Pasal 22Jenis Pajak Saat
terhutang / pelunasan Sifat
Atas impor barang Bersamaan
dengan saat pembayaran BEA masuk. Dalam hal pembayaran BEA masuk ditunda atau
dibebaskan, maka PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Tidak
final, sebagai kredit pajak.
Atas pembelian barang dari Direktorat jenderal
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah Pada saat pembayaran Tidak final, sebagai kredit pajak.
Atas pembelian barang dari Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari APBN atau APBD Pada
saat pembayaran Tidak final, sebagai
kredit pajak.
Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI),
PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara
(PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina,
dan Bank – bank BUMN Pada saat
pembayaran Tidak final, sebagai kredit
pajak.
Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak
dalam bidan usaha industeri semen, kertas, baja, dan otomotif Pada saat penjualan Kertas–tidak final
Semen–tidak final
Baja– tidak final
Otomotif–tdk final
Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir bahan
bakar minyak , gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas saat penerbitan surat
perintah pengeluaran barang (Deliveri Order) Kepada
penyalur / agen, bersifat final. Selain penyalur / agen, bersifat tidak final.
Atas pembelian bahan-bahan industeri dan eksportir yang
bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. Saat pembelian
G. Batas Waktu Setor
dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja
harus disetorkan pada hari kerja berikutnya. PPh Pasal 22 yang dipungut pada
tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan
kekantor kas Negara, seperti kantor pos dan giro, serta bank pemerintah yang
ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pada formulir SSP tersebut
harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari pemungut pajak.
Jenis Pajak Saat
Penyetoran Saat Pelaporan
Atas impor barang Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus disetor ke
bank persepsi atau kantor pos dan giro dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak dilakukan.
Paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah. Pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
pemungut pajak.
Paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari BUMN dan BUMD, yang melakukan
pembelian barang dengan dana yang bersumber dan belanja negara (APBN) atau
belanja daerah (APBD). Pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak. Paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI),
PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG),
PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara
(PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina,
dan Bank – bank BUMN. Paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja dan industri
otomotif. Paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya. Paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas. Sebelum surat perintah
pengeluaran barang (delivery order) ditebus. Paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas pembelian bahan-bahan industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektorperhutanan, perkebunan, perikanan dan pertanian. Paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya. Paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
H. Contoh Soal atau
Kasus PPh pasal 22
1. PT. FM adalah
produsem makanan ringan yang memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM
melakukan impor barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-.
Biaya asuransi yang dibayar adalah US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$
6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%. Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan
PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs pajak pada saat melakukan clearance ke
pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!
Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai Faktur
US$ 150.000,-
Biaya Asuransi Dalam / Luar Negeri US$ 1.500,-Biaya Ongkos Angkut US$ 6.000,-
Jumlah CIF (Cost Insurance and Freight) US$ 157.500,-
Besarnya nilai CIF dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp. 9.000,-
Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,- Rp.
354.375.000,-
Pungutan lainnya
RP. 15.000.000,-
Nilai Impor
Rp. 1.786.875.000,-
PPh Pasal 22 atas Impor dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,- = Rp. 44.671.875,-
2. PT. Zemen
Pekalongan adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual
1000 sak semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property, secara
tunai. Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan
semen tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal
22 dari CV Karya Manjur.
Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22 =
0.25% x 1000 x Rp30.000 = Rp 75.000
Sifat pemungutan PPh 22 ini tidak final dan dapat menjadi
kredit pajak bagi CV Karya Manjur.
3. Dalam rangka
memajukan pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20
unit laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com yang akan didistribusikan
ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop tersebut adalah
Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara baru membayar
pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat pembayaran
laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh Pasal 22
kepada pemungut dari Toko Tekno Com.
Penyelesaiannya :
DPP PPN = x
11.000.000 x 20 = Rp
200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp200.000.000 = Rp
3.000.000
4. PT Penyalur
Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI
sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari
Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal
22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-
5. PT. Pelesir Jaya
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu
penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2.
Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 5% x
12.000.000.000 = Rp 600.000.000,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar